SURYATI BERSAMA suaminya yang saat itu tidak mempunyai pekerjaan tetap, lantas memutuskan berjualan kue dan manisan. Namun, apa hendak dikata kue dan manisan yang dibuatnya tidak ditérima pasar alias kurang laku. Di tengah kebingungan itu, Suryati tiba-tiba terpikir untuk berjualan pempek. "Soalnya nenek saya dulu sering bikin. Jadi, sedikit banyak, saya tahu cara membuatnya," kisah Suryati.
Suryati sebetulnya juga menyadari, berdagang pempek tidak mudah. Apalagi karena waktu itu mereka tinggal di Palembang yang jelas-jelas kota pempek. Di sekitar tempat kursusnya saja sudah banyak orang menjajakan pempek. Tapi, is tidak gentar. "Rejeki sudah ada yang ngatur," imbuhnya.
Saat awal berjualan, Suryati hanya membuat pempek dari 2 kilogram ikan tenggiri. ikan sebanyak itu dibuatnya jadi pempek 7 macam pempek, kapal selam, lenjer, adaan, panggang, pastel, kulit, dan lenggang. la tidak membuka warung. Pempek buatannya yang semula hanya 75125 buah jumlahnya, dipasarkan pada peserta kursus. la menjual pempeknya seharga Rp 100 per buah.
Berbeda dengan. kue dan manisan yang dijualnya, pempeknya kelihatan diminati. Para peserta kursus biasanya membeli pempek sambil menunggu kursus dimulai atau selesai kursus. Karena jumlah yang dijual hanya sedikit, tentu saja pempeknya cepat habis. Jadi, kalau hari masih siang dan pempek sudah klub, Suryati lekas-lekas membuat lagi.
"Repot juga saya waktu itu. Ngajar sambil bolak-balik ke dapur," kata wanita asli Palembang ini.
Melihat kesibukan sang istri, tanpa diminta, Anwar, suami Suryati, ikut membantu membuat adonan. la tidak segan-segan pergi ke pasar membeli ikan tenggiri.
Setiap ke pasar, Anwar selalu mengajak Pendy, putera lelaki satu-satunya. "Supaya dia juga tahu cara berdagang," lanjut Suryati.
Suryati sendiri saat membuat pempek selalu dibantu tiga anak perempuannya. "Pokoknya semua dilakukan oleh keluarga. Nggak ada orang lain apalagi karyawan," kenang nenek bercucu 7 ini.
Kegiatan pembuatan pempek dilakukan sejak pagi buta, sebelum matahari terbit. Jadi, begitu tempat kursus dibuka, pempek sudah slap dijual. Keterbatasan keuangan yang dimiliki, membuat Suryati tidak bisa memasang iklan atau spanduk. Promosi hanya dilakukan lewat mulut ke mulut saja. "Saya benar-benar ngandelin para murid kursus, nggak lebih."
Di samping itu, Suryati berusaha menjaga mutu dengan membuat pempek selezat mungkin. "Saya juga pantang membohongi pembeli . Dan awal saya sudah terus-terang, pempek buatan saya dibuat dari ikan tenggiri, bukan ikan belida. Banyak, lo, yang bilang pempeknya dibuat dari ikan belida. Padahal bukan," cetusnya.
Entah karena keterusterangannya atau rasanya memang pas dengan selera pembeli, kian hari pembeli pempeknya terus bertambah. Hingga Suryati mulai merasa kerepotan.
Melihat perkembangan itu, suryati segera memutuskan berhenti mengajar "Saya konsenterasi berjualan makanan saja."
Seperti nama kursusnya, Suryati juga menamai pempeknya, Bunga Mas. Makin hari pempek Bunga Mas makin menunjukkan titik cerah. Bahkan is pernah mendapat pesanan 5 ribu pempek untuk dibawa ke Jakarta.
"Wah, kalau ingat waktu itu, saya geli juga. Kami semua harus bangun pukul 02.00 langsung bikin pempek karena pukul 05.00 sudah diambil," kenang Suryati.
Kesuksesan itu tentu saja mendatangkan keuntungan. Pasangan suami istri ini bisa menyekolahkan keempat anaknya ke perguruan tinggi di Jakarta. Tetapi Suryati menyadari, usaha pempek di Palembang, tidak bisa membuatnya lebih sukses lagi, la kepingin lebih maju lagi. Di samping itu berpisah dengan anak-anaknya yang kuliah di Jakarta, cukup mengganggu hatinya.
Tanpa berpikir panjang lagi, Suryati langsung memutuskan memindahkan usahanya ke Jakarta. Usahanya di Palembang is serahkan kepada keluarga. la hanya membawa uang untuk modal dan pindah ke Jakarta tahun 1985, 5 tahun setelah membuka usaha pempeknya.
Sayangnya, sepeninggal Suryati, satu persatu cabang pempek Bunga Mas yang sudah dirintisnya di Palembang berjatuhan. "Akhirnya semua bangkrut karena keluarga yang saya serahi, nggak mampu mengelolanya. Mereka kurang ulet," ujar Suryati sedih.
Melihat kenyataan itu, is semakin tercambuk."Saya sadar, usaha di Jakarta harus maju. Kalau gagal, saya, kan nggak mungkin kembali ke Palembang."
Di Jakarta Pempek Bunga Mas ditawarkan pertama kali di jalan Biak, Jakarta Pusat. Tempatnya memakai tenda dan dijual sore hari. Di tempat yang sama juga ada penjual pempek yang sudah lebih dulu berjualan dan sangat terkenal.
"Tempat itu sering dipakai untuk syuting film. Makanya orang lebih tahu tempat itu, ketimbang warung saya," cetus wanita yang sampai sekarang masih membuat adonan sendiri.
Untuk menarik perhatian pembeli, Suryati juga menyediakan tekwan, sup bening dari pempek yang dibuat bakso kecil-kecil. Disajikan bersama irisan lobak dan bihun. Sayangnya, meski sudah menyediakan menu berbeda, is kalah bersaing.
Warung tendanya hanya bertahan 1 tahun saja. Berbekal sisa uang yang dimiliki, mereka pindah ke daerah Mangga Besar, Jakarta Pusat. Alasannya, di daerah itu belum ada yang menjajakan pempek palembang.
Di sini, keluarga ini mulai dari awal. Menyewa sebuah rumah berukuran 3x12 meter di dalam gang kecil. Rumah itu tidak cuma untuk tempat tinggal, tapi berfungsi sebagai dapur dan tempat berjualan.
"Ruang untuk tidur ada di loteng. Karyawan saya juga tidur di situ, cuma dibatasi triplek saja," kenang Pendy.
Berbeda dengan di jalan Biak, warung pempek ini langsung ramai oleh pelanggan. Letaknya memang dekat dengan gedung bioskop dan pusat hiburan malam. Biasanya karyawan atau penonton bioskop datang ke sana. Mereka menikmati pempek sebagai makanan selingan.
Lama-kelamaan, rumah di gang kecil itu pun tak lagi bisa menampung pembeli. Maka Suryati pun membuka cabang pertama di daerah Kelapa Gading. Ternyata pembukaan cabang pertama lantas diikuti dengan cabang lainnya. Kini, Suryati sudah punya 12 cabang di pusat perbelanjaan di Jakarta Utara.
"Sekarang setiap hari saya harus mengolah 100 kilogram ikan tenggiri dan 70 kilogram tepung tapioka," aku Suryati yang setiap hari menyediakan 8 jenis pempek yaitu adaan, pastel, panggang, kulit, keriting, kapal selam, lenjer, dan tekwan.
Suryati menjual pempeknya seharga Rp 3 ribu untuk ukuran kecil dan Rp 8 ribu untuk ukuran besar. Untuk mencuri perhatian, Pendy sengaja memasang foto-foto pempek di Binding tokonya. Ide memasang foto itu didapat setelah Pendy mengunjungi Malaysia, Singapura, dan Vietnam.
"Saya memang sering ke sana karena bemiat meluaskan pasar di situ: jelas Pendy bangga.
Karena berniat menjual pempeknya ke luar negeri, Pendy sudah melakukan inovasi dengan membuat pempek frozen serta website tentang Pempek Bunga Mas.
Meski belum berhasil meluaskan pasar sampai di dua negara itu, bukan berarti pempek bunga Mas belum sampai di sana. Setiap bulan ada saja pelanggan yang membawa pempeknya ke Singapura, Malaysia, atau Amerika. "Mereka, tuh, kalau sudah beli bisa sampai sejuta rupiah, lo," kata Pendy berbinar-binar.
No comments:
Post a Comment